Pelangi!
Ya, sesuatu yang sangat aku ingat dari gadis itu. Gadis manis berambut hitam
panjang, yang selalu duduk terdiam di tepi pantai, Kota Belitung. Gadis itu
selalu tiba saat pagi dan menjelang petang. Awalnya, aku tak mengerti apa yang
dikerjakan gadis itu setiap harinya saat ia tiba di pantai.
Letak
rumahku memang tak jauh dari pantai itu, karena itulah aku sering melihat gadis
tersebut. Saat ia tiba di pantai itu, aku selalu mengamatinya dan
memperhatikannya. Tak ada yang dilakukan oleh gadis itu, kecuali duduk terdiam
dan matanya menerawang jauh ke arah pantai. Entah apa yang sedang gadis itu
pikirkan, aku tak tahu. Sesekali aku mengambil gambar gadis itu dengan
kameraku. Indah, anggun, dan lembut. Itulah pandanganku akan gadis tersebut.
Hampir
dua bulan gadis itu tak pernah absen akan kehadirannya ke pantai itu. Dan aku
pun semakin dibuatnya penasaran, akan apa yang ia lakukan di pantai tersebut.
Kuberanikan diri menghampiri gadis itu, walaupun jantungku berdegup sangat
kencang saat itu.
“boleh tak aku duduk sini?” tanyaku pelan.
Hanya sebuah anggukkan kecil yang kudapat dari gadis itu. Kemudian, aku mulai duduk di samping gadis tersebut.
“boleh tak aku duduk sini?” tanyaku pelan.
Hanya sebuah anggukkan kecil yang kudapat dari gadis itu. Kemudian, aku mulai duduk di samping gadis tersebut.
Kuamati
gadis itu baik-baik, aku melihat seperti ada kesedihan yang sedang menyelimuti
gadis itu. Dia begitu indah di mataku, tapi tak terlalu indah. Adakah sesuatu
yang kurang dari dirinya?
“siapa kau punya nama? Kalau aku boleh tahu.” tanyaku pada gadis itu.
“Pelangi.”
“elok kali kau punya nama. Nak apa kau kemari?”
“Pelangi.”
“Hah? Maksud kau nak tengok pelangi.?”
Tak ada jawaban darinya kali ini. Aku terdiam memandangi gadis tersebut.
“siapa kau punya nama? Kalau aku boleh tahu.” tanyaku pada gadis itu.
“Pelangi.”
“elok kali kau punya nama. Nak apa kau kemari?”
“Pelangi.”
“Hah? Maksud kau nak tengok pelangi.?”
Tak ada jawaban darinya kali ini. Aku terdiam memandangi gadis tersebut.
Sudah
hampir tiba petang, aku menemani gadis tersebut duduk di tepi pantai. Tak
banyak kata yang terucap dari bibir manisnya. Pertemuan hari itu membuatku
semakin penasaran akan gadis tersebut.
Kutemani
gadis tersebut kembali pada keesokan paginya, tak lupa aku membawa kamera
kesayanganku, tuk sesekali mengabadikan gadis tersebut dengan kameraku. Kembali
duduk di samping gadis itu, dengan tempat dan suasana yang sama seperti sebelumnya.
“boleh aku bertanya?”
Kemudian gadis itu menatap diriku sejenak dan kembali pada pandangan pertamanya. Jantungku kembali berdegup kencang, dan darahku seakan mengalir sangat derasnya saat gadis itu menatap diriku. Mata yang sangat indah, tapi begitu banyak menyimpan rahasia.
“pelangi itu indah, ya.. Seperti kamu.”
“pelangi itu tak berwarna.” kata gadis itu mengejutkanku.
“kenapa kau berkata demikian?”
Kembali tak kudapatkan jawaban darinya. Aku biarkan dia terdiam di tepi pantai itu. Tapi tak kubiarkan dia sendiri, aku tetap berada di pantai itu namun sedikit menjauh dari gadis tersebut. Aku ingin mengabadikan gadis tersebut dengan kameraku.
“boleh aku bertanya?”
Kemudian gadis itu menatap diriku sejenak dan kembali pada pandangan pertamanya. Jantungku kembali berdegup kencang, dan darahku seakan mengalir sangat derasnya saat gadis itu menatap diriku. Mata yang sangat indah, tapi begitu banyak menyimpan rahasia.
“pelangi itu indah, ya.. Seperti kamu.”
“pelangi itu tak berwarna.” kata gadis itu mengejutkanku.
“kenapa kau berkata demikian?”
Kembali tak kudapatkan jawaban darinya. Aku biarkan dia terdiam di tepi pantai itu. Tapi tak kubiarkan dia sendiri, aku tetap berada di pantai itu namun sedikit menjauh dari gadis tersebut. Aku ingin mengabadikan gadis tersebut dengan kameraku.
Hari
ini aku berangkat ke pantai lebih awal dari gadis tersebut. Aku ingin merasakan
hal yang dilakukan gadis tersebut. Aku duduk di tempat gadis itu biasa duduk
dan memandangi apa yang gadis itu selalu pandangi. Ya, begitu tenang rasanya
hati ini. Kunikmati suasana ketenangan itu, ku hirup udara pantai yang
menyegarkan itu. Pagi pun berlalu dan petang pun tiba, gadis itu pun tak
kunjung hadir. Aku berpikir, mungkin saja gadis itu telah letih dengan apa yang
dia lakukan selama ini. Aku pun berlalu kembali ke rumah.
Tak
kutemui gadis tersebut di keesokan harinya, esok harinya lagi, dan esoknya
lagi. aku bertanya-tanya pada diriku, dimanakah gadis itu saat ini? Sudah
seminggu aku tak menjumpainya di pantai ini. Kali ini aku mencoba berjalan
menyusuri pantai ini seorang diri.
DUK..!! PRAK..!!
Sebuah botol dari kaca terlempar oleh kakiku dan menabrak batu besar di pinggir pantai. Aku lihat pecahan botol itu, kutemukan selembar kertas di antara pecahan itu. Kuraih kertas itu, kubuka, dam ku coba mulai membacanya..
DUK..!! PRAK..!!
Sebuah botol dari kaca terlempar oleh kakiku dan menabrak batu besar di pinggir pantai. Aku lihat pecahan botol itu, kutemukan selembar kertas di antara pecahan itu. Kuraih kertas itu, kubuka, dam ku coba mulai membacanya..
Tak
lelah aku memandangmu..
Tak jenuh aku menunggumu..
Tak henti aku memujamu..
Kau datang membawa keindahan dan ketenangan dalam hidup ini..
Namun kau pergi meninggalkan sebuah kata untukku..
“PELANGI..”
Tak jenuh aku menunggumu..
Tak henti aku memujamu..
Kau datang membawa keindahan dan ketenangan dalam hidup ini..
Namun kau pergi meninggalkan sebuah kata untukku..
“PELANGI..”
Membaca
kertas itu, aku seakan tahu siapa penulisnya. Gadis itu, ya, pasti gadis itu.
Dan kini aku mengerti mengapa gadis itu berkata pelangi tak berwarna.
Aku terdiam
memandangi hasil foto gadis tersebut dari kameraku. Akh, rindu aku akan gadis
tersebut. Ingin rasanya mengenal lebih dekat mengenai gadis tersebut. Namun
kini dia telah menghilang entah kemana, dan tak pernah kembali lagi duduk di
tepi pantai seperti waktu itu. Andai gadis itu tahu, saat ini pantai itu selalu
dijumpai pelangi.
Cerpen
Karangan: Widya Laksar
0 komentar:
Posting Komentar